AI adalah singkatan dari Atificial Intelligence (kecerdasan buatan). Gerakan teknologi ini menjadi sangat populer dan menjadi topik utama dalam diskusi dalam beberapa waktu terakhir. Dengan maraknya isu AI tersebut, penting bagi orang Kristen untuk mengetahui bagaimana cara menanggapi AI. Bagi banyak orang Kristen, mereka mungkin menerimanya, sedangkan orang Kristen lainnya mungkin memilih untuk menolaknya. Dalam hal topik ini, penting untuk menggunakan Alkitab sebagai sumber utama saat kita mengambil keputusan seputar masalah AI yang kompleks ini. 

Apa yang Alkitab Katakan?

Seperti yang bisa Anda bayangkan, tidak ada satu pun yang membahas tentang AI di dalam Alkitab. AI bukanlah sebuah isu pada zaman Alkitab. Meskipun Alkitab tidak mengatakan apa pun tentang AI, bukan berarti Alkitab tidak berbicara tentang sisi etis dari masalah ini. Ketika kita mulai berbicara tentang sisi etis dari AI, kita dapat dengan cepat melihat bahwa hal itu tidak etis. Ribuan pekerjaan akan dihapuskan dengan semakin berkembangnya AI di masyarakat. Hal ini tidak baik karena dapat membuat ribuan orang kehilangan pekerjaan. Tanpa pekerjaan, orang yang kehilangan pekerjaannya karena AI tidak akan bisa menghasilkan uang, yang berarti mereka tidak akan bisa menyediakan makanan untuk diri mereka sendiri atau keluarga mereka. Sebagai seorang penulis, saya sangat menyadari bahwa pekerjaan saya berada dalam bahaya karena banyak produk AI yang telah dilatih atau sedang dilatih untuk membasmi pekerjaan penulis. Meskipun dapat dikatakan bahwa AI akan dapat memiliki pengetahuan yang lebih besar tentang subjek yang terkandung dalam artikel karena cara pemrogramannya, AI bukanlah manusia dan tidak dapat berhubungan dengan kita pada tingkat manusia.

Alih-alih terhubung dengan pembaca, alat bantu penulisan AI hanya dapat memberikan informasi tanpa memberikan pengalaman pribadi atau membangun relasi secara pribadi dengan pembaca. Selain itu, mengizinkan AI untuk menulis artikel untuk berbagai situs web dapat menyebabkan pembaca berhenti membaca artikel yang disajikan kepada mereka karena mereka tahu bahwa itu ditulis oleh robot, bukan manusia. AI tidak dapat memiliki pengalaman pribadi atau pengetahuan tentang dunia nyata karena ia bukan manusia. Manusia dapat mencoba memprogramnya dengan kecenderungan manusia; tetapi, pada akhirnya, mereka tetaplah robot tanpa jiwa.

Seperti dalam kasus menulis dan banyak pekerjaan lain yang terancam hilang karena AI, hubungan manusia akan hilang. Jika Anda membaca sebuah artikel tentang perjuangan melawan depresi, kecemasan, atau OCD, artikel yang ditulis oleh AI tidak akan terasa personal bagi Anda. Karena AI bukanlah manusia, tidak mungkin ia dapat berhubungan dengan Anda. Selain itu, jika Anda perlu membaca artikel tentang bantuan hubungan atau cara menyembuhkan diri setelah seseorang menyakiti Anda, Anda tidak akan diberikan bantuan yang Anda cari. Sebaliknya, Anda akan diberikan tulisan dari robot AI yang diprogram oleh manusia.

Etika 

AI juga tidak etis dalam arti bahwa AI telah digunakan oleh banyak siswa di perguruan tinggi untuk menulis makalah untuk mereka. Hal ini tidak etis karena menggunakan AI untuk menulis makalah akademis Anda merupakan tindakan curang dan plagiarisme. Bagi sebagian besar sekolah, kecurangan dan plagiarisme dapat membuat Anda diberhentikan dari sekolah, dan gelar Anda akan dicabut. Hal ini telah menjadi sangat buruk sehingga perguruan tinggi harus menggunakan alat pendeteksi AI untuk mencegah siswa mengirimkan makalah yang ditulis oleh AI, termasuk ChatGPT. 

Ada juga laporan tentang orang-orang yang menggunakan AI untuk membuat profil di akun pekerjaan, situs kencan, dan bahkan hanya untuk mengirim pesan teks kepada orang lain. Jika AI membuat resume, biodata di aplikasi kencan Anda, atau pesan teks yang Anda kirimkan kepada seseorang, Anda melanggar kepercayaan orang lain. Dengan menggunakan AI, Anda membohongi orang lain dan tidak meluangkan waktu untuk melakukan hal-hal ini sendiri. Meskipun seseorang mungkin masih mencoba menggunakan AI untuk membuat makalah, biografi, atau mengirim pesan, orang tersebut perlu mengetahui bahwa, kemungkinan besar, perusahaan, profesor, atau orang yang Anda cintai akan mengetahui bahwa bukan Anda yang menulis resume, makalah, atau pesan tersebut.  

Berperan sebagai Alah

AI juga dapat dilihat sebagai sesuatu yang tidak etis dalam arti bahwa AI menyebabkan manusia berperan sebagai Allah. AI berperan sebagai Allah dalam arti bahwa para pengembangnya telah berusaha untuk memberikan kecenderungan humanistik. Dengan kata lain, manusia telah berusaha menjadi Allah mereka sendiri selama berabad-abad, dan AI telah memberikan kesempatan kepada para pengembangnya untuk berperan sebagai Allah secara nyata. Hal ini tidak baik, karena manusia tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi Allah atau menjadi “tuhan” bagi diri kita sendiri. Kembali ke Taman Eden, Adam dan Hawa sama-sama bersalah karena ingin menjadi “allah” bagi mereka sendiri.

Ketika ular mencobai Hawa, ia berkata, “Sebab Allah tahu bahwa pada hari kamu memakannya, matamu akan terbuka dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu yang baik dan yang jahat” (Kejadian 3:5, AYT). Seperti yang dapat kita lihat, ular, yang adalah Setan, mencobai Adam dan Hawa dengan mengatakan kepada mereka bahwa jika mereka memakan buah terlarang itu, mereka akan menjadi “seperti Allah”. Dengan kata lain, Setan menggoda mereka untuk menjadi allah bagi mereka sendiri. Hal ini menarik perhatian Hawa, dan dia memakan buah itu, lalu memberikannya kepada suaminya, dan hasilnya adalah kejatuhan umat manusia.

Seperti yang ditunjukkan kepada kita, mencoba untuk berperan sebagai Allah atau menjadi “tuhan” bagi diri kita sendiri hanya akan menghasilkan bencana. Allah tidak pernah menciptakan kita untuk menjadi “tuhan” bagi diri kita sendiri. Sebaliknya, Dia menciptakan kita untuk mengikuti, melayani, dan menaati-Nya—satu-satunya Allah yang benar. Jika kita menciptakan, menggunakan, atau menjadi bagian dari AI, kita mencela satu-satunya Allah yang benar. Beberapa orang mungkin mengatakan bahwa hal ini ekstrem, tetapi jika kita melihat semua aspek, kita dapat memastikan bahwa AI tidak membawa manusia ke arah yang baik. Para pengembang dan pencipta AI bahkan telah memperingatkan bahaya yang menyertai perkembangan AI lebih lanjut.

Bagaimana Seharusnya Kita Menanggapi?

Dengan demikian, bagaimana seharusnya orang Kristen merespons AI? Ketika sampai pada keputusan, pada akhirnya, setiap orang harus memilih apa yang mereka percayai. Beberapa orang Kristen akan melihat bahwa tidak ada yang salah dengan AI, sementara yang lain akan sepenuhnya berpaling dari AI. Jika kita secara akurat mengenali bahaya yang muncul dari AI, maka yang terbaik bagi orang Kristen adalah tidak mendukung AI. Sayangnya, sebagian besar perangkat elektronik menambahkan teknologi AI yang berbeda, seperti ChatGPT, yang sulit untuk dihindari.

Bagi orang Kristen, yang tidak ingin berpartisipasi atau mendukung AI, termasuk saya sendiri, kita perlu mencoba untuk menonaktifkan AI pada perangkat elektronik kita dan memberi tahu orang lain tentang isu-isu etika dan masalah masa depan yang dapat ditimbulkan oleh AI bagi umat manusia. Jika Anda adalah seorang Kristen, yang tidak melihat ada yang salah dengan mendukung AI, saya tetap mendorong Anda untuk berhati-hati, waspada, dan menimbang pilihan Anda dengan cermat. Sebagai sesuatu yang mencoba memerankan Allah, orang Kristen harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (Matius 10:16). 

Pada akhirnya, kesetiaan kita harus selalu tetap kepada Kristus. Jika kita terobsesi dengan AI dan menjadi bagian terbesar dalam hidup kita, kita akan mengalami masalah besar. Bahkan bagi kita yang memilih untuk berpaling dari AI dan menentangnya, kita masih harus berurusan dengan efek samping dari dunia yang menerima AI. Pada saat-saat seperti ini, kita perlu berpaling kepada Allah dalam doa dan percaya kepada-Nya. Ada banyak kejahatan di dunia ini, tetapi kita tidak boleh melupakan kuasa dan kasih karunia yang luar biasa dari Tuhan Yesus Kristus. AI mungkin akan berusaha untuk menjadi lebih kuat; tetapi, AI tidak akan pernah lebih kuat atau lebih berkuasa daripada Allah sendiri.  

(t/Jing-jing)

Diambil dari:
Nama situs: iBelieve.com
Alamat artikel: https://www.ibelieve.com/faith/how-should-christians-respond-to-ai.html
Judul asli artikel: How Should Christians Respond to AI?
Penulis artikel: Vivian Bricker