
Bagaimana orang Kristen Hidup Dalam Dunia Digital ?
2025-01-24 11:06:00
AI Generate Summary
-
Dalam buku "How Do We Live in a Digital World?", C. Ben Mitchell menjelaskan peluang dan tantangan yang dihadapi oleh orang Kristen dalam era digital. Internet saat ini menghasilkan data yang sangat besar, dengan proyeksi akan mencapai 40 zettabyte pada tahun 2020, yang membuat konsentrasi menjadi sulit. Meskipun begitu, teknologi digital juga telah menghubungkan orang-orang, menciptakan komunitas virtual yang bisa membentuk komunitas nyata, seperti yang terlihat dalam peristiwa Musim Semi Arab. Agar gereja dapat beradaptasi, perkembangan seperti "agama digital" menunjukkan perlunya pemahaman dan penyesuaian terhadap norma-norma baru dalam konteks beragama. Namun, tantangan juga muncul, seperti kebutuhan untuk kritis terhadap penggunaan teknologi, termasuk memastikan bahwa teknologi digital masih berkontribusi terhadap perkembangan manusia. Selain itu, ada beberapa kiat praktis yang disarankan untuk menciptakan interaksi yang lebih bermakna dalam dunia digital, seperti mengingat kekuatan ponsel, melindungi kreativitas, dan menciptakan ruang aman untuk percakapan.
- C. Ben Mitchell membahas peluang dan tantangan bagi orang Kristen dan gereja dalam dunia digital.
- Volume konten di internet telah meningkat secara signifikan sejak tahun 1991, dengan data global diperkirakan mencapai 40 zettabyte pada tahun 2020.
- Konsentrasi selama jangka waktu yang lebih lama menjadi semakin sulit karena gangguan digital.
- Teknologi digital menghubungkan orang, memberi mereka suara, dan membentuk komunitas virtual.
- Media digital memainkan peran penting dalam pengubahan politik, seperti dalam Musim Semi Arab tahun 2011.
- Media digital menyatukan pemeluk berbagai agama dan memungkinkan ekspresi keagamaan yang baru.
- Teknologi digital memiliki manfaat dan masalah, memerlukan evaluasi kritis terhadap dampaknya.
- Penting untuk mempertimbangkan apakah teknologi digital berkontribusi pada perkembangan manusia.
- Poin praktis untuk mengatasi tantangan teknologi mencakup pengingat akan kekuatan ponsel, perlunya ketenangan, dan menciptakan ruang untuk percakapan.
- Disarankan untuk menghadapi percakapan sulit dan menghindari pemikiran ekstrem.
- How Do We Live in a Digital World?
- C. Ben Mitchell
- Orang Kristen
- Dunia Digital
- Internet
- Zettabyte
- Konsentrasi
- Komunitas Virtual
- Musim Semi Arab
- Media Sosial
- Agama Digital
- Komunitas Agama
- Ekspresi Keagamaan
- Tantangan Teknologi Digital
- Pendidikan
- Revolusi Digital
- Pengembangan Manusia
- Budaya Teknologi
- Kiat Praktis
- Ponsel
- Kreativitas
- Percakapan
- Algoritma
Dalam kutipan dari buku How Do We Live in a Digital World? (Bagaimana Orang Kristen Hidup dalam Dunia Digital, Red.) ini, C. Ben Mitchell membahas beberapa peluang dan tantangan yang dihadapi oleh orang Kristen dan gereja ketika hidup dalam dunia digital.
Ada lebih banyak konten di internet saat ini dibandingkan pada tahun 1991, ketika halaman web pertama kali muncul. Dari segi volume, internet meningkat empat kali lipat antara tahun 2014 hingga akhir tahun 2016. Lebih dari 1,3 zettabyte data ditransmisikan di antara jaringan komputer di seluruh dunia-yaitu 1,3 diikuti dengan 20 angka nol. Pada tahun 2020, jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah menjadi 40 zettabyte. Angka tersebut sangat besar sehingga sulit untuk dipahami.
Antara lain, semua ini berarti bahwa di era digital seperti sekarang ini, semakin sulit untuk berkonsentrasi selama beberapa menit, apalagi berjam-jam tanpa gangguan, bahkan sering kali gangguan yang dipaksakan oleh diri sendiri. Meskipun saya mengakui bahwa pengalaman saya tidak dapat dianggap universal, saya menduga ada banyak orang lain yang dapat berempati. Apa arti semua ini bagi masa depan komunikasi digital? Apa artinya semua ini bagi orang Kristen dan gereja?
PELUANG DARI TEKNOLOGI DIGITAL
Pertama-tama, kita harus mencatat bahwa internet telah melakukan banyak hal untuk menghubungkan orang-orang, memberi mereka suara, dan memfasilitasi penciptaan komunitas virtual yang memiliki kesempatan untuk membentuk komunitas nyata. Banyak orang akan mengingat peran media digital dalam penggulingan presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali dan penggulingan Hosni Mubarak dalam apa yang disebut sebagai Musim Semi Arab pada tahun 2011. Media sosial memiliki peran penting dalam membangun jaringan aktivis dan menggalang para pengunjuk rasa, terutama di Mesir. Jika literasi adalah kekuatan, konektivitas adalah kekuatan bersama.
Demikian pula, media digital telah menyatukan para pemeluk agama dan komunitas agama di seluruh dunia. Dalam karyanya tentang media dan agama, profesor komunikasi dari Texas A&M, Heidi Campbell, mencatat evolusi dari apa yang ia dan rekan-rekannya sebut sebagai "agama digital". Meskipun penganut agama Kristen dan muslim dianggap menempati bandwidth (kecepatan transmisi data, Red.) terbesar di media sosial, agama Hindu, Buddha, dan agama-agama baru di Jepang memiliki jejak yang berkembang di lanskap digital. Melalui fenomena seperti lahirnya kelompok-kelompok pengguna agama, forum-forum web bergaya siaran, dan berdirinya gereja-gereja maya dan lingkungan ibadah interaktif virtual, internet telah memberikan konteks media baru untuk ekspresi keagamaan, dakwah, dan keterlibatan. Dan, seperti yang ditunjukkan oleh Campbell dan yang lainnya, hal ini merupakan jalan dua arah. Artinya, media baru tidak hanya dibentuk oleh komunitas agama, tetapi komunitas agama juga dibentuk oleh media baru. Gagasan tentang otoritas, keaslian, komunitas, identitas, ritual, dan agama semuanya dibentuk dan dibentuk kembali, dibentuk dan diinformasikan oleh agama digital.
TANTANGAN TEKNOLOGI DIGITAL
Pencarian informasi, pertumbuhan ekonomi, agama digital, dan akses ke pendidikan merupakan sektor-sektor peluang yang signifikan yang dibantu oleh revolusi digital yang sedang berkembang. Namun, seperti hampir semua bidang kehidupan lainnya, ada manfaat dan masalah. Perhitungan manfaat dan masalah yang akurat dapat membantu kita menentukan apakah media digital memberikan keuntungan bersih atau kerugian bersih; tetapi mungkin saja hasilnya lebih kompleks dari itu. Mungkin keuntungannya cukup kuat untuk membenarkan pengembangan teknologi yang sedang berlangsung, tetapi alih-alih mengadopsi tanpa kritis, kita harus mengembangkan kriteria untuk membuat pilihan yang lebih baik. Bagaimana cara kita mulai melakukannya? Apa yang harus kita ketahui yang akan membantu kita membuat pilihan yang baik tentang teknologi?
Mari kita mulai dengan pertanyaan ini: Apakah teknologi digital berkontribusi terhadap perkembangan manusia? Tentunya ini adalah pertanyaan penting bagi teknologi apa pun, dan tidak terkecuali teknologi yang menurut beberapa futuris, siap untuk menggoda kita untuk membuang rasa kemanusiaan kita. Di sini, tentu saja, saya tidak hanya berpikir tentang para transhumanis, tetapi juga mereka yang tergoda untuk percaya pada keniscayaan teknologi yang pada akhirnya akan melampaui kapasitas manusia dan mengharuskan kita untuk berjuang demi hidup kita sendiri atau menyerah pada perbudakan pada Mesin.
Makhluk seperti apakah kita, manusia? Dan seperti apa perkembangan manusia dalam "budaya teknologi" digital yang sedang berkembang? Masalah apa yang ditimbulkan oleh teknologi digital bagi kesejahteraan manusia? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang mendalam di fase abad ke-21 ini.
BEBERAPA KIAT PRAKTIS UNTUK BERGERAK MAJU
Poin-poin ini membutuhkan cara-cara praktis untuk melangkah maju. Oleh karena itu, dalam Reclaiming Conversation, Turkle menyarankan agar mereka yang ingin menjinakkan teknologi harus:
* Ingatlah kekuatan ponsel Anda. Ponsel bukanlah sebuah aksesori. Ini adalah perangkat yang kuat secara psikologis yang tidak hanya mengubah apa yang Anda lakukan, tetapi juga siapa Anda.
* Pelan-pelan.
* Lindungi kreativitas Anda. Luangkan waktu Anda dan ambillah waktu tenang. Temukan agenda Anda sendiri dan pertahankan kecepatan Anda sendiri.
* Ciptakan ruang-ruang yang aman untuk percakapan.
* Pikirkan satu tugas pada satu waktu sebagai hal besar berikutnya.
* Bicaralah dengan orang yang tidak sependapat dengan Anda.
* Patuhi aturan tujuh menit-tunggu setidaknya tujuh menit dalam percakapan sebelum mengambil ponsel Anda.
* Tantang pandangan tentang dunia sebagai aplikasi.
* Pilih alat yang tepat untuk pekerjaan itu.
* Belajarlah dari saat-saat gesekan.
* Ingatlah apa yang Anda ketahui tentang kehidupan.
* Jangan menghindari percakapan yang sulit.
* Cobalah untuk menghindari pemikiran ekstrem yang melihat dunia hanya sebagai hitam atau putih. (t/Yosefin).
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Lexham Press |
Alamat artikel | : | https://blog.lexhampress.com/2021/10/21/how-do-christians-live-in-a-digital-world/ |
Judul asli artikel | : | HOW DO CHRISTIANS LIVE IN A DIGITAL WORLD? |
Penulis artikel | : | Tim Lexham Press |
Copyright © 2023 - Yayasan Lembaga SABDA (YLSA). All Rights Reserved