Kecerdasan Buatan dan Iman Kristen

Dalam dunia kita yang berkembang pesat, Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) telah muncul sebagai sebuah kekuatan yang transformatif, yang membawa manfaat dan tantangan bagi masyarakat.

Sebagai orang Kristen, penting bagi kita untuk merenungkan implikasi dari AI melalui lensa iman kita. Mempertimbangkan pro dan kontra AI dari sudut pandang Kristen memungkinkan kita untuk menavigasi dampaknya dengan hikmat dan kebijaksanaan.

Teknologi AI memiliki kapasitas untuk meningkatkan diagnosis medis, memajukan perawatan pasien, dan berkontribusi pada pengembangan perawatan yang menyelamatkan nyawa. Orang Kristen menghargai kesucian hidup dan dapat menghargai potensi yang dimiliki AI untuk melestarikan dan meningkatkannya.

AI juga dapat mengotomatiskan tugas-tugas yang berulang, membebaskan energi dan waktu manusia untuk melakukan kegiatan yang lebih bermakna. Peningkatan efisiensi ini selaras dengan panggilan Kristiani untuk mengelola sumber daya dengan bijaksana dan menggunakan talenta kita secara maksimal.

Namun, AI menimbulkan pertanyaan etis seputar privasi, keamanan data, dan proses pengambilan keputusan. Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk melindungi martabat dan hak-hak individu, memastikan kejujuran dan keadilan dalam penggunaan teknologi AI.

Ketergantungan yang berlebihan pada AI juga dapat menyebabkan devaluasi interaksi manusia, empati, dan kasih sayang. Umat Kristiani dipanggil untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri, dan kita harus berhati-hati untuk tidak menggantikan hubungan dan kepedulian manusia yang tulus dengan teknologi.

KITA HARUS MERENUNGKAN IMPLIKASI DARI AI MELALUI LENSA IMAN KITA

Dari sudut pandang Kristen, diskusi seputar kemunculan AI dalam masyarakat kita menuntut perhatian dan pertimbangan yang cermat. Meskipun AI memiliki potensi yang luar biasa dalam meningkatkan perawatan kesehatan dan meningkatkan produktivitas, kita harus melakukan pendekatan terhadap penerapannya dengan pertimbangan etika. Dengan menjunjung tinggi martabat manusia, menjaga privasi, dan tetap waspada terhadap potensi risiko dehumanisasi, kita dapat berkontribusi pada pengembangan AI yang bertanggung jawab dan penuh kasih. Dalam diskusi ini, marilah kita dipandu oleh keyakinan kita, untuk memastikan bahwa teknologi AI selaras dengan nilai-nilai kita dan mempromosikan kebaikan bersama untuk semua.

Halo. Saya Eliezer Gonzalez di sini. Ini adalah saya yang sebenarnya. Namun, semua yang baru saja Anda baca hingga saat ini di blog ini ditulis oleh bot AI.

Kedengarannya baik-baik saja, bukan? Akan tetapi, ada sesuatu yang sangat penting yang hilang, dan itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa digantikan oleh robot: kemanusiaan.

Kemanusiaan sangat penting sehingga Allah sendiri menjadi manusia agar dapat berhubungan sepenuhnya dengan ciptaan-Nya. Allah bisa saja mengirimkan hologram diri-Nya ke bumi untuk memberi tahu manusia seperti jati diri-Nya. Dia bisa saja datang sendiri sepenuhnya dalam sifat ilahi-Nya. Itu akan sangat mengesankan!

MANUSIA SANGAT DITINGGIKAN DALAM PENCIPTAAN DUNIA INI

Namun, bukan itu yang Allah lakukan. Dia menjadi manusia melalaui apa yang disebut inkarnasi. Dia dilahirkan sebagai manusia sebagaimana kita dilahirkan, untuk hidup sebagaimana kita hidup, dan mengalami apa yang kita alami. Kitab Ibrani menjelaskannya seperti ini,

“Jadi, jelaslah bahwa Ia tidak memberi pertolongan kepada para malaikat, tetapi kepada keturunan Abraham. Karena itu, dalam segala hal Yesus harus menjadi seperti saudara-saudara-Nya, supaya Ia dapat menjadi Imam Besar yang penuh belas kasihan dan setia dalam segala hal kepada Allah. Dengan demikian, Ia dapat membawa penebusan atas dosa-dosa umat. Sebab, Yesus sendiri menderita ketika dicobai, maka Ia dapat menolong mereka yang sedang dicobai.” (Ibrani 2:16-18, AYT)

Saat ini, ada pandangan yang mengatakan bahwa manusia hanyalah binatang. Tentu saja, dari perspektif evolusi, kita hanyalah kera yang telah berevolusi tinggi. Dari perspektif evolusi, kita hanya merespons lingkungan eksternal kita untuk memenuhi kebutuhan kita dan memastikan kelangsungan hidup spesies. Dengan kata lain, pada dasarnya kita hanya diprogram untuk merespons. Kita tidak lebih baik dari kecerdasan buatan.

Jadi, apakah manusia itu unik dan istimewa atau tidak? Alkitab tampaknya berpikir demikian, karena Alkitab mengatakan, mengacu pada manusia:

“Siapakah manusia sehingga Engkau memikirkannya? Siapakah anak manusia sehingga Engkau memedulikannya? Untuk sesaat, Engkau membuatnya lebih rendah daripada malaikat, Engkau memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau menaklukkan segala sesuatu di bawah kakinya” (Ibr. 2:6-8, AYT)

Menurut Alkitab, kita bukan sekadar binatang. Manusia sangat ditinggikan dalam penciptaan dunia ini.

Hal yang dimiliki manusia, yang tidak dimiliki hewan, adalah kesadaran yang jauh melampaui kesadaran diri. Kita berjuang untuk keindahan, kebaikan, dan kesempurnaan. Kita memiliki kapasitas untuk mencintai dan berkorban yang dimotivasi oleh kemuliaan tanpa pamrih yang melampaui tujuan-tujuan utilitarian. Kita memiliki kapasitas untuk spiritualitas, termasuk komunikasi yang mendalam dan sadar diri dengan Allah. Semua hal ini adalah anugerah dari Allah.

SPIRITUALITAS SEJATI TIDAK AKAN PERNAH DITEMUKAN MELALUI KECERDASAN BUATAN

Jika kita mengakui Allah sebagai Pencipta kita, maka kita juga harus melihat manusia sebagai pencipta kecerdasan buatan. Itulah alasan mengapa spiritualitas sejati tidak akan pernah ditemukan melalui kecerdasan buatan. Hanya karena perjalanan saya dengan Allah, saya dapat mengundang orang lain untuk berjalan bersama-Nya. Hanya karena kegagalan dan rasa sakit pribadi saya sendiri, dan penyembuhan saya oleh Allah, saya berharap dapat berbagi dan membantu orang lain.

Kasih hanya berasal dari Allah, dan bukan dari algoritma komputer. Sukacita berasal dari Allah. Damai sejahtera berasal dari Allah. Hal-hal ini dapat mengalir melalui seseorang yang terhubung dengan Allah. Hal-hal tersebut tidak dapat datang dari sebuah mesin. Tidak ada perangkat lunak yang dapat menyembuhkan jiwa yang hancur. Hanya Allah yang dapat melakukannya.

Dan pesan yang dihasilkan oleh AI di awal blog ini? Saya yakin AI akan terus berkembang dengan cepat. Namun, bagi saya, hal itu terdengar dangkal dan palsu. Saya harap Anda tidak terlalu terkesan dengan hal itu!

(t/Jing-jing)

Diambil dari:
Nama situs: VisionĀ 
Alamat artikel: https://vision.org.au/articles/artificial-intelligence-and-the-christian-faith/
Judul asli artikel: Artificial Intelligence and the Christian Faith
Penulis artikel: Dr Eliezer Gonzalez