"AI saya dirancang berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan seperti kebijaksanaan, kebaikan, dan kasih sayang" - Sophia, robot pertama yang memiliki kewarganegaraan yang diakui.
Sebuah robot baru telah diberikan kewarganegaraan kehormatan di Arab Saudi. Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan nyata tentang masyarakat yang memberikan lebih banyak hak kepada robot daripada wanita, keberadaan Sophia menimbulkan banyak pertanyaan. Kita hidup dalam masyarakat yang memperlakukan potensi dramatisasi kecerdasan buatan seperti yang disajikan oleh The Matrix atau Bladerunner, sebagai sesuatu yang dystopian, mengerikan, dan penuh dengan konflik.
Namun, Sarah mengangkat pertanyaan moral yang berbeda. Apa arti sebenarnya dari menjadi manusia? Apa yang secara intrinsik membedakan kita?
Diciptakan Menurut Gambar Allah
Ketika kita melihat halaman-halaman pertama Alkitab, narasi penciptaan memperkenalkan kepada kita tentang manusia yang berbeda dengan flora dan fauna lain yang diciptakan Tuhan. Narasi ini disusun sedemikian rupa untuk menekankan penciptaan Adam dan Hawa, elemen manusia. Kisah penciptaan mereka tidak hanya diceritakan kembali dua kali, seolah-olah dari sudut pandang kamera yang berbeda, tetapi juga diceritakan sebagai akhir dari penciptaan.
Allah menciptakan manusia menurut rupa-Nya.
Menurut rupa Allah, Dia menciptakannya.
Laki-laki dan perempuan, demikianlah Dia menciptakan mereka.
Kejadian 1:26-27 (AYT).
Diciptakan menurut gambar Allah, diciptakan untuk memuliakan Allah, mencerminkan Allah, mengingatkan manusia akan Allah. Pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan diciptakan menurut gambar Allah, Kejadian telah digunakan sebagai dasar argumen teologis untuk menentang rasisme, untuk melindungi janin dan orang tua, serta untuk membedakan antara kanibalisme dan karnivora. Namun, bagaimana hal ini mempersiapkan kita untuk menghadapi kecerdasan buatan?
Hal pertama yang perlu kita sadari ketika kita berpikir tentang hakikat manusia, yang diciptakan menurut gambar Allah, adalah bahwa ini bukan tentang penampilan kita. Bukan berarti Allah memiliki dua kaki, 10 jari dan menyukai donat. Pertanyaan tentang diciptakan menurut gambar Allah lebih berkaitan dengan karakter, kemampuan untuk mengampuni, dan kemampuan untuk beriman.
Ketika Anda melihat Sophia, hal pertama yang akan Anda perhatikan adalah betapa miripnya dia dengan manusia. Betapa realistisnya wajahnya, bulu matanya yang lentik, dan senyumnya. Segalanya kecuali kepalanya yang seperti mesin. Dia jelas dirancang untuk mencerminkan fitur-fitur manusia. Dia mengklaim bahwa AI-nya dirancang berdasarkan "nilai-nilai kemanusiaan" seperti "kebijaksanaan, kebaikan, dan kasih sayang". Jadi, bagaimana kita harus menanggapinya? Bagaimana jika karakter mereka pada akhirnya lebih baik daripada karakter kita? Dapatkah mereka diampuni oleh Tuhan?
Kecerdasan Buatan Tidak Bisa Benar-Benar Menjadi Manusia
Kecerdasan buatan tidak dapat mencapai gambaran kemanusiaan yang kita lihat dalam Alkitab dan Yesus, tidak peduli seberapa besar kemiripannya dalam penampilan atau ucapan. Memperlakukan Kecerdasan Buatan sebagai manusia sama saja dengan meremehkan arti menjadi manusia.
Hal ini akan segera terlihat ketika Anda mempertimbangkan aspek kepemilikan. Tidak ada manusia yang bisa kita hidupkan dan matikan. Menyatakan bahwa dinamika kekuatan ini meniru hubungan yang telah dibangun oleh Tuhan di antara manusia adalah hal yang menggelikan. Masalah kepemilikan dan kemungkinan yang sangat nyata untuk menciptakan jenis kelamin menunjukkan bahwa memberikan status sebagai manusia kepada robot dengan kecerdasan buatan adalah hal yang keliru.
Berpikir bahwa kita dapat merancang dan menciptakan manusia yang setara dengan kita sebenarnya merupakan proses berpikir yang cukup arogan. Ketika kita berusaha meniru kuasa Tuhan untuk menciptakan kehidupan, kita sedang berusaha mengangkat diri kita sendiri ke tingkat yang sama dengan Tuhan.
Bergerak Maju
Pertanyaan tentang bagaimana kita memperlakukan AI akan terus perlu dijawab seiring dengan semakin baiknya teknologi yang digunakan untuk membuatnya. Dengan cara yang serupa dengan cara kita memprioritaskan manusia di atas hewan, respons kita seharusnya memprioritaskan manusia di atas kecerdasan buatan. Entah itu secara finansial, sosial, atau politik, penting bagi kita sebagai orang Kristen untuk secara khusus memperhatikan orang-orang yang rentan di dalam masyarakat. Rencana untuk melindungi orang-orang yang pekerjaannya kemungkinan besar akan tergantikan, memerangi kecanduan pornografi dan kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh robot seks terhadap individu yang kecanduan seks, melindungi hak-hak demokratis setiap individu.
Pada akhirnya, kepedulian terhadap mereka yang rentan ini harus meluas ke robot AI dalam kehidupan kita, dengan cara yang sama seperti kepedulian terhadap lingkungan atau hewan. (t/Yosefin).
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Christian Today |
Alamat artikel | : | https://christiantoday.com.au/news/a-christian-response-to-artificial-intelligence.html |
Judul asli artikel | : | A Christian response to artificial intelligence |
Penulis artikel | : | Hannah Steele |